PROPOSAL
STUDI KELAYAKAN BISNIS
LAPORAN HASIL STUDI KELAYAKAN
USAHA KERUPUK IKAN DI DAERAH KUIN
KECAMATAN BANJARMASIN UTARA KOTA BANJARMASIN
Oleh :
ADITYA RIEZKAN WAHDINE
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
TAHUN 2009
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar
luas wilayahnya merupakan perairan. Ikan merupakan salah satu hasil perikanan
yang banyak dihasilkan di Indonesia dan merupakan sumber protein hewani yang
banyak dikonsumsi masyarakat. Ikan mudah didapat dengan harga yang relatif
murah sehingga dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Kandungan protein
yang tinggi pada ikan dan kadar lemak yang rendah sangat bermanfaat bagi
kesehatan tubuh manusia.
Karena manfaat yang tinggi tersebut banyak orang mengkonsumsi
ikan baik berupa daging ikan segar maupun makanan-makanan yang merupakan hasil
olahan dari ikan. Bahkan di Jepang dan Taiwan ikan merupakan makanan utama
dalam lauk sehari-hari.
Ikan merupakan produk yang banyak dihasilkan oleh alam dan
diperoleh dalam jumlah melimpah. Akan tetapi ikan juga merupakan bahan makanan
yang cepat mengalami proses pembusukan dikarenakan kadar air yang tinggi. Kadar
air yang tinggi adalah kondisi yang memberikan kesempatan bagi perkembangbiakan
bakteri secara cepat. Kelemahan-kelemahan yang dimiliki ikan dirasakan
menghambat usaha pemasaran hasil perikanan dan tidak jarang menimbulkan
kerugian besar, terutama pada saat produksi ikan melimpah. Karena itulah sejak
dahulu masyarakat telah berusaha melakukan berbagai cara pengawetan ikan agar
dapat dimanfaatkan lebih lama. Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan
bagian penting dari mata rantai industri perikanan. Tanpa adanya proses
tersebut usaha peningkatan produksi perikanan akan menjadi sia-sia karena tidak
bisa dimanfaatkan dengan baik.
Pada dasarnya usaha pengawaetan ini adalah untuk mengurangi
kasar air yang tinggi di tubuh ikan. Terdapat bermacam-macam usaha pengawetan
ikan dari usaha tradisional sampai usaha modern. Usaha pengawetan ikan
dilakukan lui penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan, peragian, dan
lnginan ikan. Hasil dari usaha-usaha pengawetan tersebut sangat tergantung
'proses pengawetannya. Untuk mendapatkan mutu terbaik dari proses awetan ikan
dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan bahan dan alat digunakan, termasuk
ikan yang benar-benar masih segar dan garam yang bersih. Usaha pengawetan ikan
tidak hanya sebatas pada pengolahan menjadi lauk yang masih berbentuk ikan
tetapi juga pengolahan menjadi bentuk lain setelah dicampur dengan bahan-bahan
lain.
Ikan hasil pengolahan dan pengawetan umumnya sangat disukai
oleh masyarakat karena produk akhirnya mempunyai ciri-ciri khusus yakni
perubahan sifat-sifat daging seperti bau (odour), rasa (flavour),
bentuk (appearance) dan tekstur.
Salah satu makanan hasil olahan dari ikan adalah kerupuk
ikan. Produk makanan kering dengan bahan 'baku ikan dicampur dengan tepung
tapioka ini" sangat digemari masyarakat. Makanan ini sering digunakan
sebagai pelengkap ketika bersantap ataupun sebagai makanan ringan. Bahkan untuk
jenis makanan khas tertentu selalu dilengkapi dengan kerupuk. Makanan ini
menjadi kegemaran masyarakat dikarenakan rasanya yang enak, gurih dan ringan.
Selain rasa yang enak tersebut, kerupuk ikan juga memiliki kandungan zat-zat
kimia yang dtperlukan oleh tubuh manusia.. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan
protein pada ikan tidak banyak yang hilang setelah mengalami pengolahan. Jika
dibandingkan dengan kerupuk udang, kandungan vitamin dan mineral pada kerupuk
ikan lebih rendah.
Proses pembuatan kerupuk ikan sangatlah sederhana dan mudah
diusahakan. Industri ini banyak berkembang di wilayah-wilayah perairan dengan
produksi ikan tinggi. Di samping dapat diusahakan dengan peralatan modern,
usaha ini juga dapat dijalankan dengan peralatan trafisiona. Oleh sebab Itulah
usaha kerupuk ikan banyak dilakukan oleh rumah tangga yang merupakan industri
mikro.
Dari segi skala peusahaan, usaha pengolahan kerupuk ikan
dilakukan oleh perusahaan besar-menengah dan juga perusahaan kecil rumah
tangga. Perbedaan utama dari skala usaha tersebut adalah pada teknologl dan
pangsa pasarnya. Perusahaan besar-menengah dalam proses produksinya menggunakan
peralatan dengan teknologi modern dengan pangsa pasar tersebar balk dl daerah
lokal maupun daerah lain bahkan ekspor. Berbeda dengan perusaha.an skala
besar-menengah, usaha pengolahan kerupuk kecil rumah tangga sebagian besar
menggunakan peralatan dengan teknologi yang sederhana dan pangsa dengan pangsa
pasar yang masih terbatas pada pasar lokal.
Usaha pengolahan kerupuk ikan banyak tersebar di wilayah
Indonesia diantaranya adalah Kepulauan Belitung, Jawa Timur dan Kalimantan. Di
Kalimantan sendiri hasil olahan perikanan merupakan salah satu produk andalan
dengan salah satu wilayah sentra produksinya di Kalimantan Selatan. Sebagai
salah satu daerah dengan hasil perikanan yang cukup tinggi, Kal-Sel memiliki
potensi yang sangat besar dalam pengembangan usaha-usaha pengolahan produk
perikanan. Hasil olahan produk perikanan yang terkenal dan Kal-Sel diantaranya
adalah kerupuk ikan. Meskipun industri pengolahan hasil perikanan tersebar di
wilayah Kal-Sel, pada daerah tertentu memiliki sentra industri yang
menghasilkan produk spesifik. Industri kerupuk misalnya banyak berkembang di
daerah Kuin, Kecamatan Banjarmasin Selatan Kota Banjarmasin.
Penyusunan pola pembiayaan usaha pengolahan kerupuk ikan ini
didasarkan pada Informasi dari studi lapangan yang dilakukan di wilayah
Kalimantan Selatan. Survey dilakukan pada industri pengolahan kerupuk ikan yang
merupakan industri kecil rumah tangga. Industri-industri ini pada dasarnya
tidak hanya memproduksi kerupuk ikan saja tetapi juga kerupuk jenis lain
seperti kerupuk udang dan kerupuk dengan bahan baku tepung lainnya.
Dilihat dari aspek ekonomis, usaha kerupuk ikan merupakan
bisnis yang sangat menguntungkan. Peluang pasar dalam negeri maupun ekspor
untuk komoditi ini masih sangat terbuka. Hal ini dikarenakan kerupuk ikan
merupakan konsuumsi sehari-hari masyarakat sehingga permintaan untuk kerupuk
ikan relatif stabil bahkan cenderung mengalami kenaikan. Selain mampu
meningkatkan pendapatan bagi pengusaha, usaha ini juga mampu membantu
meningkatkan pendapatan penduduk sekitar yang akhirnya berpengaruh pada
perekonomian daerah.
Dilihat dari aspek sosial, usaha kerupuk ikan mempunyai
dampak sosial yang positif. Industri kecil rumah tangga ini mampu menyerap
tenaga kerja dari lingkungan sekitar. Secara tidak langsung ini merupakan upaya
penciptaan lingkungan kerja yang mengurangi jumlah pengangguran di suatu
wilayah. Dilihat dari sisi dampak lingkungan, usaha kerupuk ikan tidak
menimbulkan pencemaran Iingkungan. Limbah yang dihasilkan dari usaha ini
hanyalah air sisa pembersihan yang tidak mengandung zat-zat kimia dan langsung
meresap ke dalam tanah.
BAB II
PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN
2.1. Profil Usaha
Usaha kerupuk ikan dapat dilakukan oleh industri
besar-menengah bahkan industri kecil rumah tangga karena proses pembuatannya
yang sangat mudah. Jenis usaha kerupuk dapat dibedakan menjadi dua yaitu usaha
kerupuk dengan bahan baku tepung tapioka dan ikan/udang dan usaha kerupuk
dengan bahan baku utama tepung saja (baik tepung tapioka, tepung gaplek atau
tepung lain tanpa campuran ikan/udang). Jenis kerupuk dengan bahan baku tepung
diantaranya adalah kerupuk Kasandra dengan bahan baku hanya tepung tapioka,
kerupuk puli dengan bahan baku tepung tapioka yang dicampur dengan tepung
terigu dan kerupuk impala dengan bahan baku tepung tapioka yang dicampur dengan
tepung gaplek.
Setiap pengusaha tidak hanya memproduksi satu ]enis kerupuk
saja. Alasan dari memproduksi lebih dari jenis kerupuk ini adalah bahwa pada
prinsipnya proses pembuatan kerupuk hampir sama sehingga mesin-mesin yang sama
bisa digunakan juga untuk memproduksi jenis yang lain. Mesin yang perlu
ditambahkan adalah mesin pencetak yang sesuai dengan bentuk kerupuk yang
diproses. Usaha dengan jenis produksi lebih dari satu juga akan membantu
produsen dalam variasi produksi sehingga kerugian bisa diminimalisir. Salah
satu sampel pengusaha misalnya, memproduksi kerupuk ikan setiap harinya. Selain
itu dia juga memproduksi kerupuk jenis lain yaitu kerupuk puliumlah produksi
kerupuk puli ini disesuaikan dengan pesanan yang ada dan juga dipengaruhi oleh
pasar kerupuk ikan. Pada saat harga kerupuk puli naik ataupun saat harga
kerupuk ikan kurang menguntungkan pengusaha akan meningkatkan jumlah,produksi
kerupuk puli.
Di Kalimantan Selatan, usaha pembuatan kerupuk ikan terdiri
atas usaha perorangan dan usaha kelompok. Usaha perorangan banyak tersebar di
seluruh wilayah di luar kecamatan sentra industri, sedangkan usaha kelompok
banyak terdapat di wilayah-wilayah sentra industri. Jumlah produksi usaha
perorangan relatif lebih rendah dengan wilayah pemasaran di dalam negeri,
sementara, usaha kelompok mempunyai skala usaha yang lebih besar karena merupakan
gabungan dari beberapa usaha individu dengan jumlah produksi lebih banyak dan
wilayah pemasaran lebih luas sampai ke luar daerah terutama wilayah Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Timur..
2.2. Pola Pembiayaan Bank
Dari segi pembiayaan, usaha pembuatan kerupuk ikan
memerlukan biaya yang relatif sedikit. Untuk memulai usaha dengan 1 (satu) unit
peralatan teknologi menengah diperlukan dana kurang lebih Rp.500.000.000,-.
Kebutuhan modal ini dapat dicukupi dengan modal sendiri ataupun sebagian dapat
dipenuhi dengan pinjaman dari bank. Kebutuhan biaya untuk investasi dan modal
kerja usaha kerupuk ikan dapat dipenuhi dengan pinjaman bank.
Pinjaman dari bank dapat berupa kredit investasi maupun
kredit modal kerja. Dari survey yang telah ada, pengusaha kerupuk ikan yang
merupakan industri keeil memperotieh kredit dari PT. Bank Rakyat Indonesia
(persero), Tbk (selanjutnya disebut Bank BRI). Kebanyakan dari usaha kerupuk
ikan yang memperoleh kredit ini merupakan usaha perorangan. Pihak Bank BRI
Banjaramasin sendiri tidak memberikan kredit untuk usaha kelompok karena
risikonya terlalu besar sebab biasanya usaha kelompok menggunakan jaminan
tanggung renteng. Selain tidak memberikan kredit untuk usaha kelompok, Bank BRI
Sidoarjo juga tldak memberikan kredit untuk usaha-usaha di wilayah sentra
industri. Alasan untuk tidak memberi kredit usaha di wilayah sentra ini karena
hubungan yang erat diantara warga di wilayah sentra, sehingga jika salah satu
pengusaha mengalami masalah pembayaran kredit akan mempengaruhi pengusaha yang
lain. Oleh sebab itu, survey tidak dilakukan pada pengusaha-pengusaha yang
berada di wilayah sentra industri kerupuk ikan.
Pada umumnya pengusaha yang mendapatkan kredit adalah
nasabah yang telah lama berhubungan dengan Bank BRI sebagai nasabah. Dari ketiga
pengusaha yang mendapatkan kredit dari Bank BRI, dua nasabah memperoleh kredit
sebesar Rp.500.000.000,- dan satu nasabah memperoleh kredit sebesar
Rp.350.000.000,-. Salah satu nasabah dengan kredit Rp.500.000.000,- telah
mendapat kreditdari Bank SRI sebanyak 2 kali dengan jumlah kredit sebelumnya
sebesar Rp.300.000.000,-. Sedangkan seorang nasabah yang lainnya baru
memperoleh sekali. Nasabah dengan kredit Rp.350.000.000,- telah mendapatkan
kredit dari Bank BRI sebanyak 3 (tiga) kali. Masing-masing nasabah tersebut
memlilki jangka waktu kredit selama 1 tahun yang dapat diperpanjang sesuai
dengan kemampuannya.
Jenis kredit yang diberikan Bank BRI Banjarmasin adalah
kredit investasi dan kredit modal kerja yang masing-masing mempunyai
persyaratan kredit yang berbeda. Untuk kredit investasi, Bank BRI memberikan
kredit dengan perbandingan antara bLaya sendiri dan kredit dengan proporsi
biaya sendiri sebesar 35% sampai 40%. Kredit investasi jangka waktunya 5 tahun
dengan graee period selama 6 sampai 12 bulan. Untuk kredit modal kerja, plafon
dana sendiri yang harus dimiliki untuk mendapatkan kredit ini sebesar 30%.
Jangka waktu kredit modal kerja antara 1 sampai 3 tahun.
Kredit modal kerja yang diberikan menggunakan pola rekening
koran. Pola rekening koran adalah pembiayaan di mana nasabah yang mendapatkan
kredit diharuskan membuka rekening di bank bersangkutan. Bank akan memberikan
kredit sejumlah pengajuan yang disetujui dengan jangka waktu tertentu. Kredit
tersebut dapat diambil sewaktu-waktu oleh nasabah selama jangka waktu kredit
yang diberikan. Jumlah kredit ini dibayar lunas pada akhir periode dengan kata
lain tidak menggunakan pola angsuran. Dengan pola ini memungkinkan bagi nasabah
untuk mengambil sejumlah dana yang diperlukan pada waktu-waktu diperlukan.
Tingkat suku bunga dihitung per hari berdasarkan jumlah kredit yang diambil dan
jangka waktu pengambilan kredit. Jangka waktu pelunasan dapat diperpanjang
sesuai dengan kemampuan nasabah. Bank BRI di tingkat unit akan memberikan
Insentif Pembayaran Tepat Waktu (IPTW) bagi nasabah yang membayar tepat pada
waktunya. Hal ini dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan usaha kecil.
Tabel 2.1 Persyaratan Kredit Menurut Jenis dan Kredit
No
|
Persyaratan Kredit
|
Investasi
|
Modal Kerja
|
1
|
Bunga (% per tahun)
|
14-18
|
14-15
|
2
|
Grace period (bulan)
|
6-12
|
-
|
3
|
Jangka waktu kredit (tahun)
|
5
|
1-3
|
4
|
Dana sendiri nasabah (% plafon)
|
30-40
|
20-30
|
5
|
Periode angsuran
|
Dibayar akhir periode
|
Sumber
: Data Primer
Untuk mendapatkan kredit, nasabah harus memenuhi persyaratan
yang telah ditentukan oleh bank. Dua faktor utama yang dipertimbangkan bank
adalah karakter dan agunan. Karakter berkaitan dengan sifat wirausahawan yang
tangguh dan ulet serta bertanggungjawab, sehingga pihak bank dapat mempercayai
bahwa kredit yang diberikan akan dikembalikan melalui usaha yang
sungguh-sungguh. Agunan bisa dikatakan merupakan persyaratan yang mutlak harus
ada dalam pengajuan kredit. Agunan biasanya berupa sertifikat "Ih/bangunan
tempat usaha. Untuk pengusaha kerupuk ikan di Banjarmasin yang mendapatkan
kredit dari Bank BRI menggunakan jaminan berupa sertifikat tanah/bangunan
tempat usaha dan tabungan deposito.
Industri pembuatan kerupuk merupakan industri pengolahan
makanan, 'karena itu harus mendapat ijin dari Departemen Perindustrian dan dan
pangan dan Departemen Kesehatan. Perijinan yang diperlukan diantaranya adalah
Tanda Daftar lndustri, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Surat ljin Usaha
Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan dan ijin SB/MD dari Departemen
Kesehatan,dan ijin bebas gangguan lingkungan (HO).
Pada awal pengajuan kredit, nasabah juga harus menanggung
biaya Idministrasi yang harus dilunasi sebelumnya. Biaya administrasi tersebut
meliputi:
a. Biaya pengikatan jaminan
b. Biaya notaris
c. Provisi
d. Biaya administrasi
e. Asuransi resiko
Kelima
jenis biaya tersebut semua ditanggung oleh calon debitur dan harus dlbayar
tunai sebelum kredit yang diajukan ditandatangani.
Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan di atas relatif
mudah dan bisa dlpenuhi oleh calon debitur. Kemudahan lainnya adalah waktu yang
diperlukan untuk reaHsasi kredit hanya membutuhkan waktu 1 (satu) bulan untuk
nasabah baru, sedangkan untuk nasabah lama yang merupakan perpanjangan kredit
hanya membutuhkan waktu 3 (tiga) hari.
BAB III
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN
Aspek pasar menyangkut hal permintaan dan penawaran kerupuk
ikan sedangkan aspek pemasaran meliputi masalah harga, rantai pemasaran,
peluang pasar dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemasaran kerupuk ikan.
3.1. Aspek Pasar 3.1.1 Permintaan
Permintaan kerupuk ikan berasal dari usaha penggorengan,
agen/toko dan pedagang. Secara kuantitatif belum ada data yang menggambarkan
jumlah konsumsi kerupuk ikan. Meskipun demikian dapat diperkirakan bahwa jumlah
konsumsi kerupuk relatif tinggi, karena makanan olahan ini banyak digemari oleh
masyarakat luas. Menurut data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas),
penduduk wilayah perkotaan (urban) lebih banyak mengkonsumsi kerupuk dibanding
penduduk wilayah pedesaan (rural). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
pengeluaran untuk konsumsi kerupuk wilayah perkotaan lebih besar dibanding
pengeluaran konsumsi kerupuk penduduk wilayah pedesaan.
Jumlah konsumsi kerupuk di wilayah perkotaan yang lebih
tinggi dibanding pedesaan dikarenakan pendapatan penduduk di kota yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan pedesaan. Urbanisasi dan mobilitas penduduk
yang sehari-harinya bekerja di kota telah menumbuhkan usaha penjualan makanan.
Selain itu sifat kerupuk sebagai makanan pelengkap ini sering diabaikan oleh
penduduk desa karena lebih fokus pad a pemenuhan kebutuhan yang lebih pokok.
Tabel.
3.1 Konsumsi dan Pengeluaran Rata-rata perKapita untuk Kerupuk (wilayah)
Wilayah
|
Banyaknya (ons)
|
Nilai (Rp.)
|
Perkotaan (Urban)
|
0.193
|
154
|
Pedesaan (Rural)
|
0.147
|
99
|
Perkotaan + Pedesaan
|
0.166
|
122
|
Sumber
: Susenas, Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia, 2003
Dikatakan bahwa kerupuk merupakan makanan yang sangat
digemari. oleh masyarakat luas wik penduduk miskin, pendapatan menengah maupun
pendapatan tinggi. Dari tabel 3.2. berikut dapat diketahui bahwa semakin tlnggi
pendapatan yang dimiliki oleh seseorang, semakin besar jumlah konsumsi kerupuk
per bulannya.
Tabel
3.2 Konsumsi Kerupuk Rata-rata per Kapita Menurut Golongan Pengeluaran per
Kapita Sebulan
Golongan Pengeluaran
(Rp.)
|
Konsumsi (Ons)
|
Kurang dari 40.000
|
-
|
40.000-59.999
|
0.075
|
60.000-79.999
|
0.087
|
80.000-99.999
|
0.085
|
100.000-149.999
|
0.128
|
150.000-199.999
|
0.140
|
200.000-299.99
|
0.196
|
300.000-499.999
|
0.250
|
500.000 dan lebih
|
0.305
|
Rata-rata konsumsi per Kapita
|
0.166
|
Sumber
: Susenas, Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia, 2003
Selain dikonsumsi masyarakat dalam negeri, kerupuk ikan juga
telah dlekspor ke luar negeri antara lain ke Belanda, Arab Saudi, Malaysia,
Korea Selatan, Inggris, Singapura dan Belgia. Adapun jumlah ekspor untuk
komoditi kerupuk (kerupuk udang dll) disajikan dalam tabel berikut:
Tabel
3.3. Volume Ekspor Kerupuk Indonesia Menurut Jenisnya (Kg)
Tahun
|
Kerupuk Udang
|
Kerupuk Lainnya
|
|
1993
|
5.484
|
2.268
|
|
1994
|
4.436
|
2.184
|
|
1995
|
4.798
|
1.499
|
|
1996
|
6.056
|
2.293
|
|
1997
|
3.719
|
1.169
|
|
1998
|
1.532
|
1.113
|
Sumber
: HTTP://www.investasi.belitungisland.com
3.1.2. Penawaran
Usaha kerupuk ikan banyak diusahakan di daerah-daerah yang
banyak menghasilkan Ikan terutama daerah-daerah pantai dan sungai-sungai besar
seperti di Kalimantan. Meskipun beberapa daerah telah memproduksi kerupuk Ikan,
data mengenai jumlah produksi kerupuk ikan baik di tingkat nasional maupun
daerah belum bisa diperoleh. Sampai saat ini belum ada survey yang
mengidentifikasi jumlah usaha kerupuk ikan baik di tingkat lokal maupun
nasional.
Kerupuk ikan dapat diproduksi sehari-hari dan tidak
tergantung pada musim. Hanya saja kemungkinan terjadi penurunan pasokan kerupuk
pada musim hujan karena produksinya menurun. Tetapi dengan berkembangnya
teknologi, hambatan proses pengeringan pada musim hujan dapat teratasi sehingga
pada musim hujan proses produksi masih bisa dilakukan meskipun tidak sebanyak
pada musim kemarau. Selain itu pasokan ikan yang bisa diperoleh tiap hari dapat
menjamin keberlangsungan usaha sekaligus pasokan kerupuk.
3.1.3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar
Persaingan untuk usaha ini cukup tinggi karena jumlah usaha
pembuatan kerupuk relatif banyak dan jenis kerupuk yang sangat bervariasi.
Peluang pasar untuk produk kerupuk ini dapat diperoleh dengan menghasilkan
produk inovasi baru dengan kualitas rasa yang lebih enak dan warna ataupun
bentuk yang lebih menarik. Berbagai jenis kerupuk yang ada di pasaran membuat
konsumen semakin mempunyai banyak pilihan.
Selain produk inovasi baru peluang pasar untuk kerupuk ikan
adalah segmen pasar yang sangat luas. Produk ini dikonsumsi secara luas dari
masyarakat berpenghasilan rendah sampai masyarakat penghasilan tinggi. Kerupuk
ikan harganya relatif murah sehingga bisa dijangkau oleh semua lapisan
masyarakat. Diperkirakan jumlah konsumsi kerupuk ikan akan meningkat seiring
dengan pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan gaya hidup masyarakat yang
menjadikan kerupuk ikan sebagai makanan pelengkap sehari-hari.
3.2. Aspek Pemasaran
3.2.1. Harga
Harga kerupuk ikan mengikuti hukum penawaran dan permintaan.
Jika penawaran menurun maka harga kerupuk cenderung naik. Banyaknya jumlah
usaha dengan berbagai jenis kerupuk yang dihasilkan menyebabkan jumlah
penawaran yang cukup besar. Dalam masalah harga, produsen tidak biisa
menentukan harga seperti pada pasar persaingan sempurna. Pihak yang dapat
mempengaruhi harga adalah pedagang. Banyaknya jenis kerupuk di pasar m.mbuat
konsumen bebas memilih produk sesuai selera, sehingga produk van; laku tersebut
akan naik harganya dan dapat menurunkan harga kerupuk jlnls lain.
Harga rata-rata kerupuk ikan kualitas medium di tingkat
produsen pada tahun 2004 di 5idoarjo mencapai Rp.30.000,- sampai Rp.32.500,-
per bal isi I) kg kerupuk siap goreng atau Rp.6.000,- sampai Rp.6.500,- tiap
kg. Harga kelrupuk ikan ini cukup fluktuatif. Perubahan harga tersebut
bervariasi tetapi biasanya masih berada pada kisaran 10%. Kenaikan harga
terjadi pada saat inilah produksi menurun yang disebabkan oleh kenaikan harga
bahan baku dan penurunan produksi terutama pada musim penghujan.
3.2.2.
Rantai Pemasaran
Rantai pemasaran menggambarkan bagaimana kerupuk ikan sampai
krpada konsumen. Pengusaha kerupuk ikan sebagian besar hanya menghasilkan
produk sampai pada kerupuk mentah siap goreng. Hasil produksi berupa kerupuk
siap goreng dipasarkan ke konsumen akhir (rumah tangga) melalui 3 cara yaitu:
1.
Usaha penggorengan
Usaha
penggorengan merupakan usaha yang timbul sebagai usaha pengolahan lanjutan dari
kerupuk ikan. Produk dari usaha ini berupa kerupuk goreng siap konsumsi yang
dikemas kemudian dijual ke konsumen melalui toko, pedagang, pasar ataupun
langsung ke konsumen akhir.
2.
Agen/toko
Agen/toko
ini berfungsi sebagai pengepul yang akan menjual produk kerupuk siap goreng
pada penjual eceran atau langsung kepada konsumen akhir.
3.
Pengecer
Pedagang
yang menjual langsung kepada konsumen
Dari
pola pemasaran produk di atas, dapat diketahui bahwa produk akan sampai pada
konsumen akhir dalam dua bentuk yaitu kerupuk mentah siap goreng dan kerupuk
goreng siap konsumsi.
Dalam
hal pengiriman produk dari produsen ke konsumen ada dua cara :
1.
Diambil langsung ke produsen
2.
Dikirim oleh produsen kepada agen atau toko pemesan
Foto 1. Kerupuk Ikan Siap Dikirim ke Pedagang
Sumber: Sri Giyanti, Pusat Studl Ekonomi dan
Kebijakan Pubilk (PSE-KP) UGM
Gambar 1. Diagram Air Rantai Pemasarn Kerupuk Ikan
3.2.3. Kendala Pemasaran
Kendala dalam pemasaran kerupuk ikan adalah masalah harga:
Harga kerupuk ikan per kilogramnya relatif lebih mahal dibandingkan jenis
kerupuk lain yang tidak memakai ikan sebagai campuran.
Mahalnya harga kerupuk ikan udang ini menyebabkan pembeli
untuk produk ini masih terbatas. Masyarakat dengan pendapatan menengah ke atas
mungkin akan membeli kerupuk ikan sebagai kebutuhan sehari-hari, tetapi untuk
masyarakat dengan pendapatan yang masih rendah konsumsi untuk kerupuk ikan ini
masih terbatas pada acara-acara tertentu yang dianggap istimewa dan untuk
konsumsi sehari-hari lebih memilih kerupuk jenis lainnya yang lebih murah.
Berikut perbandingan harga beberapa jenis kerupuk di tingkat produsen di
Banjarmasin untuk jenis kerupuk dengan kualitas medium dapat dilihat pada Tabel
3.4.
Tabel
3.4 Jenis Krupuk dan Harganya di Banjarmasin
Jenis Kerupuk
|
Harga per kg
|
Kerupuk Ikan
|
6.000,-
|
Kerupuk Udang
|
8.000,-
|
Kerupuk Puli
|
3.000,-
|
Kerupuk Kasandra
|
2.900,-
|
Kerupuk Impala
|
3.000,-
|
Sumber
: Data Primer
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada tingkat
produsen, harga kerupuk ikan dan udang mencapai dua kali lipat dari harga jenis
kerupuk dari tepung saja (tanpa ikan dan udang). Terlihat harga kerupuk udang
mempunyai harga yang paling tinggi, sebab bahan baku berupa udang harganya
lebih mahal diantara bahan baku jenis kerupuk lain. Dengan komposisi harga yang
demikian tidak mengherankan jika permintaan kerupuk ikan relatif masih rendah
terutama pada masyarakat berpenghasilan rendah.
BAB IV
ASPEK TEKNIS PRODUKSI
Dalam bab ini akan dibahas mengenai teknis pembuatan kerupuk
ikan. Secara teknis pembuatan kerupuk ikan relatif mudah dilakukan karena
bahan-bahan yang mudah didapat dan alat-alat yang digunakan cukup sederhana.
4.1. Lokasi Usaha
Lokasi usaha pengolahan produk ikan sebaiknya dilakukan di
daerah-daerah yang dekat dengan wilayah perairan baik wilayah dekat pantai
ataupun sungai-sungai besar agar dapat memperoleh bahan baku dengan harga yang
lebih murah. Untuk pembuatan kerupuk ikan tidak memerlukan lokasi usaha yang
spesifik. Rumah tangga pada umumnya dapat melakukan usaha ini sepanjang
memiliki tanah lapang yang cukup untuk proses penjemuran. Pada lokasi usaha
yang hanya memiliki tanah sempit dapat melakukan penyesuaian dengan membuat
tempat penjemuran pada bagian atas bangunan yang dibuat bertingkat.
4.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan
4.2.1. Fasilitas Produksi
a.
Bangunan untuk proses produksi
Bangunan digunakan untuk aktivitas proses produksi yang
meliputi penyiapan bahan baku, pembuatan adonan, pencetakan, pengukusan,
pendinginan, pemotongan, pengeringan penjemuran dan penyimpanan. Luas lahan
yang digunakan tergantung pada jenis dan banyaknya fasilitas yang dimiliki atau
dengan kata lain skala usaha yang dimiliki. Layout pabrik diatur sesuai dengan
urutan tahap-tahap produksi. Hal ini memudahkan untuk proses pemindahan barang
dari masing-masing tahap. Ruangan untuk tempat pemotongan misalnya merupakan
ruangan yang langsung tembus ke lahan penjemuran untuk memudahkan proses
pengangkutan kerupuk setelah dipotong untuk selanjutnya dijemur. Gudang
penyimpanan output disesuaikan dengan jumlah produksi.
b.
Lahan penjemuran
Lahan penjemuran untuk pengeringan kerupuk ini relatif lebih
luas dibandingkan bangunan tempat produksi yang lain. Tanah yang digunakan
untuk penjemuran disemen agar kerupuk basah yang dijemur tidak kotor oleh
tanah. Di pinggir-pinggir lahan penjemuran diberi atap untuk penyimpanan
sementara kerupuk yang belum kering pada waktu malam hari atau saat hujan.
4.2.2. Peralatan
Kerupuk ikan dapat diproduksi dengan alat yang sederhana
atau dengan peralatan dengan teknologi modern. Untuk industri rumah tangga yang
memproduksi kerupuk ikan baik untuk dikonsumsi sendiri ataupun dijual dengan
likala yang masih kecil dapat menggunakan alat-alat yang sederhana. Adapun
alat-alat sederhana yang digunakan untuk pembuatan kerupuk ikan yaitu:
1.
Baskom
2.
Dandang
3.
Alat penghancur bumbu (cobek)
4.
Pisau
5.
Tampah (Nyiru)
6.
Kompor
7.
Loyang
8.
Sendok
Usaha pembuatan kerupuk ikan dengan skala yang besar
menggunakan alat-alat dengan teknologi yang lebih modern. Penggunaan teknologi
modern ini dapat mengurangi jumlah pekerja sekaligus menghasilkan produk dengan
jumlah yang lebih banyak dalam waktu yang singkat. Adapun peralatan modern yang
digunakan dalam proses pembuatan kerupuk ikan antara lain:
1.
Alat penghancur ikan
Digunakan untuk melumatkan ikan yang telah dibersihkan
kepala dan sisiknya sehingga diperoleh daging ikan yang telah ditumbuk halus
dan siap dicampur dengan bahan lain.
2.
Alat pelembut bahan (mulen)
Mesin ini digunakan untuk melembutkan campuran ikan yang
telah dihaluskan dan adonan tepung dan bumbu. Mesin ini berkapasitas hingga 10
kg dan dapat dijalankan oleh 1 (satu) orang tenaga kerja.
3.
Bak pencampur bahan
Bak ini berbentuk persegi empat dengan ukuran panjang
rata-rata 2 meter dan lebar 1 meter yang terbuat dari kayu. Ukuran bak ini bisa
disesuaikan dengan kebutuhan kapasitas muatan yang diinginkan.
4.
Pencetak
Mesin pencetak ini digunakan untuk mencetak adonan,
berbentuk silinder sebelum dimasukkan ke cetakan sesuai ukuran yang diinginkan.
Terdapat juga meja press agar adonan yang tercetak menjadi lebih padat dan
kenyal. Mesin cetak ini membutuhkan 1 orang tenaga kerja untuk menjalankannya.
5.
Alat pengukus (dandang)
Alat pengukus (dandang) berbentuk tabung panjang yang
terbuat dari aluminium.
6.
Mesin pemotong
Mesin pemotong ini digunakan untuk memotong kerupuk yang
telah diidinginkan selama 1 hari (24 jam). Mesin ini dijalankan oleh 2 (dua)
orang tenaga kerja.
7.
Oven
Oven digunakan untuk mengeringkan kerupuk terutama pada saat
sinar matahari kurang atau pada saat musim hujan. Oven berbentuk persegi
panjang yang terbuat dari eor-coran semen dan pasir yang terbagi dalam dua
bagian. Bagian atas merupakan tempat kerupuk yang akan dikeringkan sedangkan
bagian bawah berupa kolong untuk mengalirkan panas. Oven terdiri dari dryer dan
mesin diesel.
4.3. Bahan Baku
Terdapat bermaaam-macam jenis kerupuk yang pembuatannya
menggunakan bahan baku yang berbeda-beda. Seperti namanya, kerupuk ikan
merupakan kerupuk yang berbahan baku ikan. Berbagai jenis ikan dapat dlgunakan
untuk pembuatan kerupuk ikan, namun tidak semua jenis ikan dapat dibuat kerupuk
ikan. Adapun jenis ikan yang sering dibuat kerupuk antara lain Ikan tenggiri
dan ikan pipih, serta ikan-ikan lainnya. Selain ikan, usaha ini menggunakan
bahan baku lain yaitu tepung tapioka, tepung terigu, tepung sagu dan telur.
Bumbu juga digunakan dalam pembuatan kerupuk ikan untuk
mennmbal1 rasa lezat dan gurih. Adapun bumbu-bumbu yang digunakan adalah garam,
gula dan penyedap rasa. Zat pewarna sering digunakan sebagai bahan tambahan
untuk memberikan warna agar lebih menarik.
4.4. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang diperlukan dalam pembuatan kerupuk tidak
memerlukan keahlian khusus. Dalam hal ini tenaga kerja pria dan wanita dapat
dipekerjakan pada semua tahap pembuatan. Akan tetapi tenaga kerja laki-laki
sebagian besar ditempatkan pada proses penyiapan bahan, peneetakan, pengukusan,
dan pemotongan sedangkan tenaga kerja wanita banyak digunakan pada tahap
pemotongan, penjemuran dan pengepakan. Selain tenaga kerja tetap, terkadang
diperlukan tenaga kerja borongan jika sewaktu-waktu terjadi lonjakan pesanan
atau pada musim kemarau dimana proses produksi meningkat.
4.5. Teknologi
Dalam usaha pembuatan kerupuk ikan dapat menggunakan
teknologi tradisional ataupun teknologi modern. Perbedaan teknologi ini
berkaitan dengan jenis peralatan yang digunakan selama proses produksi.
a.
Teknologi tradisional
Peralatan yang digunakan pada teknologi ini mudah diperoleh
sebab merupakan peralatan yang sering dipakai dalam rumah tangga pada umumnya.
Selain alat, tenaga kerja merupakan faktor utama dalam hasil produksi kerupuk,
sebab beberapa proses produksi mengandalkan tenaga manusia. Penggunaan
peralatan sederhana ini sangat mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan dan
mutu. Dengan hanya menggunakan teknologi tradisional ini terkadang hanya dapat
menghasilkan 1 (satu) kali adonan. Kapasitas produksi dengan alat sederhana ini
sangat keeil dengan mutu yang kurang baik.
b.
Teknologi modern
Pembuatan kerupuk dengan teknologi modern menggunakan
peralatan seperti mesin cetak otomatis yang menghasilkan bentuk yang lebih
variatif, mesin pemotong yang lebih eepat dan penggunaan oven, Penggunaan
teknologi ini dapat menghasilkan jumlah produksi yang berlipat-lipat jika
dibandingkan dengan teknologi sederhana. Dalam satu hari dapat dilakukan 3-4
kali adonan kerupuk. Selain itu dengan teknologi ini akan menghemat jumlah tenaga
kerja yang digunakan yang akan menurunkan biaya operasional.
c.
Teknologi menengah
Pada pembuatan kerupuk dengan teknologi menengah menggunakan
peralatan yang terdiri dari mesin-mesin dengan kapasitas yang relatif masih
rendah.
4.6. Proses Produksi
Pengolahan kerupuk ikan hanya dari pengolahan bahan mentah
sampai pada proses kerupuk siap goreng. Adapun proses pengolahannya adalah
sebagai berikut:
1.
Proses penyiapan bahan baku
Proses penyiapan bahan baku adalah persiapan daging ikan,
tepung serta bumbu-bumbu sesuai dengan perhitungan komposisi masing-masing
bahan untuk setiap adonan. Dalam proses ini Bahan baku ikan perlu mendapat
perhatian utama. Mutu ikan yang digunakan akan mempengaruhi mutu produksi
kerupuk ikan, oleh karena itu perlu dipilih ikan yang masih segar. bengan
demikian diperlukan pengetahuan untuk mengetahui tanda-tanda ikan dengan mutu
yang baik (masih segar).
Sebelum dihaluskan, ikan dibersihkan dahulu dengan eara
menghilangkan sisik, insang, maupun isi perutnya kemudian dieuci sampai bersih.
Bagian tubuh yang keras, seperti duri maupun tulang dibuang karena dapat
menurunkan mutu kerupuk yang dihasilkan. Selanjutnya ikan tersebut digiling
sampai halus. Di samping itu bahan baku berupa tepung dan telur serta bumbu
disiapkan untuk proses adonan.
2.
Proses pembentukan adonan
Adonan dibuat dari tepung tapioka yang dicampur dengan
bumbu-bumbu yang digunakan. Tepung diberi air dingin hingga menjadi adonan yang
kenta!. Bumbu dan ikan yang telah digiling halus dimasukkan ke dalam adonan dan
diaduk/diremas hingga lumat dan rata. Adonan ini kemudian dimasukkan ke dalam
mulen untuk pelembutan, dan akan diperoleh adonan yang kenyal dengan campuran
bahan merata.
3.
Pencetakan
Pencetakan adonan dapat dilakukan dengan tangan ataupun
dengan mesin. Dengan menggunakan tangan adonan dibentuk silinder dengan panjang
kurang lebih 30 cm dan diameter 5 cm. Dengan bantuan alat cetak adonan ini
dapat dibuat dalam bentuk serupa. Kemudian adonan berbentuk silinder ini di
"press" untuk mendapatkan adonan yang lebih padat. Selanjutnya adonan
ini dimasukkan ke dalam cetakan yang berbentuk silinder yang terbuat dari
aluminium,
Ikan Segar
|
Ikan yang Mulai Membusuk
|
Kulit
- Warna kulit terang dan jernih - Kulit berwarna suram,
pueat dan
- Kulit masih kuat membungkus berlendir
tubuh, tidak mudah sobek,terutama - Kulit mulai terlihat
mengendur di
pada bagian perut beberapa tempat tertentu
- Warna-warna khusus yang ada - Kulit mudah robek dan
warna- warna masih terlihat jelas khusus sudah hilang
|
Kulit
- Kulit berwarna suram, pueat dan - Kulit berwarna suram,
pueat dan
berlendir
- Kulit mulai terlihat mengendur di
beberapa tempat tertentu
- Kulit mudah robek dan
warna-warna khusus sudah hilang. khusus sudah hilang
|
Sisik
- Sisik menempel kuat pada tubuh - Sisik mudah terlepas
dari tubuh
sehingga sulit dilepas
|
- Sisik mudah terlepas dari tubuh
|
Mata
- Mata tampak terang, jernih, - Mata tampak suram,
tenggelam dan menonjol dan cembung berkerut
an menonjol dan cembung
|
- Mata tampak suram, tenggelam
an menonjol dan cembung
|
Insang
- Insang berwarna merah sampai
merah tua, terang dan lamella
insang terpisah
- Insang tertutup oleh lendir
berwarna terang dan berbau segar seperti bau ikan
|
- Insang berwarna coklat suram
atau abu-abu dan lamella insang berdempetan
- Lendir insang keruh dan berbau
asam, menusuk hidung
|
Daging
- Daging kenyal, menandakan rigor
mortis
- Daging dan bagian tubuh lain
berbau segar
- Bila daging ditekan dengan jari
tidak tampak bekas lekukan
- Daging melekat kuat pada tulang
- Daging perut utuh dan kenyal
- Warna daging putih
|
- Daging lunak, menandakan rigor
mortis telah selesai
- Daging dan bagian tubuh lain
mulai berbau busuk
- Bila ditekan dengan jari tampak
bekas lekukan
- Daging mudah lepas dari tulang
- Daging lembek dan isi perut
sering
keluar
- Daging berwarna kuning Kemerah -
merahan terutama disekitar tulang punggung
Bila ditaruh dalam air
|
Bila ditaruh dalam air
- Ikan segar akan tenggelam
|
- Ikan yang sudah membusuk akan
terapung di permukan air.
|
Sumber:
Eddy Afrianto dan Evi Liviawaty, Pengawetan dan pengolahan Ikan, Kanisius,
Yogyakarta, 1989.
4.
Pengukusan
Adonan berbentuk silinder kemudian dikukus dalam dandang
selama kurang lebih 2 jam sampai masak. Untuk mengetahui apakah adonan kerupuk
telah masak atau belum adalah dengan cara menusukkan lidi ke dalamnya. Bila
adonan tioak melekat pada lidi berarti adonan telah masak. Cara lain untuk
menentukan masak atau tidaknya adonan kerupuk dapat dilakukan dengan menekan
adonan tersebut. Bila permukaan silinder kembali seperti semula, artinya adonan
telah masak.
5.
Pendinginan
Adonan kerupuk yang telah masak segera diangkat dan
didinginkan. Untuk melepaskan dari cetakan, biasanya adonan diguyur dengan air.
Adonan kemudian didinginkan di udara terbuka kurang lebih 1 (satu) hari atau
kurang lebih 24 jam hingga adonan menjadi keras dan mudah diiris.
6.
Pemotongan
Tahap selanjutnya adalah pernotongan adonan kerupuk yang
telah dingin.
Sebuah mesin pemotong dijalankan oleh 2 (dua) orang. Proses
ini juga dapat dilakukan secara sederhana yaitu mengiris adonan dengan pisau
yang tajam. Pengirisan dilakukan setipis mungkin dengan tebal kira-kira 2 mm,
agar hasilnya baik ketika digoreng. Untuk memudahkan pengirisan, pisau dilumuri
dahulu dengan minyak goreng.
7.
Penjemuran/pengeringan
Adonan yang telah diiris-iris kemudian dijemur sampai
kering. Penjemuran dilakukan di bawah sinar matahari kurang lebih 4 jam. Pada
saat musim hujan untuk pengeringan kerupuk yang masih basah dapat dilakukan
dengan oven (dryer) selama kurang lebih 2 jam. Tetapi kerupuk yang dikenngkan
dengan sinar matahari hasilnya akan lebih bagus dibandingkan jika menggunakan
oven. Kerupuk yang dikeringkan dengan sinar matahari jika digoreng akan lebih
mengembang. Hal ini akan lebih menguntungkan para pengusaha penggorengan
kerupuk dan akan mempengaruhi harga kerupuk. Karena itulah pengeringan
menggunakan sinar matahari lebih disukai dibandingkan dengan menggunakan oven.
8.
Pengepakan
Setelah kering, kerupuk segera
diangkat dari jemuran. Kerupuk yang telah kering dapat segera dibungkus dan
dijual. Biasanya kerupuk ikan siap goreng dikemas dalam plastik sejumlah berat
tertentu. Kemasan kerupuk dalam plastik tersebut disebut bal, dimana per bal
dapat berisi 5 kg atau 10 kg kerupuk.
Jika
digambarkan dalam bentuk diagram alir, proses pembuatan kerupuk llean adalah
sebagai berikut:
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Kerupuk Ikan
4.7. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi
Dengan menggunakan teknologi sederhana, jumlah produksi
kerupuk per hari yang dihasilkan sedikit. Dengan peralatan yang masih sederhana
dan kapasitas produksi yang masih rendah, serta mengandalkan jumlah tenaga
kerja manusia, pembuatan kerupuk ikan memerlukan waktu yang lebih lama sehingga
dalam sehari terkadang hanya dapat melakukan 1 (satu) kali adonan dengan jumlah
produksi rata-rata 3 kuintal. Dibandingkan dengan proses teknologi modern dalam
satu hari dapat dilakukan 2-3 kali adonan dengan jumlah produksi per adonan
bisa lebih dari 1 ton.
Usaha pengolahan kerupuk ikan biasanya tidak hanya
menghasilkan satu jenis kerupuk ikan. Usaha ini juga menghasilkan jenis kerupuk
lain seperti kerupuk udang atau kerupuk tepung sebagai diversifikasi usaha.
untuk mengantisipasi bila bahan baku ikan sulit didapat sehingga usaha tidak
macet. Terdapat berbagai jenis kerupuk ikan tergantung pada jenis ikan dan
komposisi ikan yang digunakan.
Dari
berbagai jenis kerupuk ikan dan komposisinya, produk tersebut harus memenuhi
standar mutu produk kerupuk ikan yang ditetapkan. Selain itu kerupuk ikan harus
bebas dari bahan-bahan pengawet yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
Adapun standar mutu kerupuk disajikan dalam Tabel berikut:
Tabel 4.2. Standar Mutu Kerupuk
Karakteristik
|
Standar Mutu
|
|||
I
|
II
|
|||
Udang
|
Ikan
|
Udang
|
Ikan
|
|
Kadar air (%) maksimum
|
120 I
|
12,0
|
12,0
|
120
|
Kadar protein (%) minimum
|
4,0 i
|
5 0
|
20
|
5,0
|
Kadar abu tidak larut dalam asam (%) maksimum
|
1,0
|
1,0
|
1 0
|
1,0
|
Benda asing (%) maksimum
|
1/0
|
1 0
|
1 0
|
1,0
|
Bau
|
Khas I
|
Khas
|
Khas
|
Khas
|
Sumber
: www.ristek.go.id
4.8. Produksi Optimum
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari studi lapangan,
komposisi tdonan memiliki perbandingan sebagai berikut: Ikan 50 kg, tepung
tapioka 300 kg, garam 10 kg, gula 12,5 kg, telur 10 kg serta penyedap dan
pewarna secukupnya. Komposisi ini dapat menghasilkan kerupuk dengan kualitas
yang baik yaitu jika digoreng akan mengembang dengan baik. Apabila proses
pembuatan kerupllk ikan berjalan optimal maka dari komposisi adonan tersebut
dapat dihasilkan 300 - 330 kg kerupuk (rendemen 76-85 %)
4.9. Kendala Produksi
Dilihat dari sisi tenaga kerja, usaha kerupuk ikan ini tidak
menemui kesulitan. Setiap proses produksi dapat dikerjakan oleh tenaga kerja
tanpa memerlukan keahlian khusus. Kesulitan yang sering dijumpai dalam usaha
ini adalah ketika terjadi kelangkaan bahan baku ikan dan penurunan produksi
pada saat musim hujan.
Kesulitan bahan baku terjadi ketika pasokan ikan menurun
sehingga menyebabkan harga ikan naik. Pada kondisi ini pengusaha kerupuk
mengalami penurunan pasokan ikan karena jumlah produksi ikan yang menurun
tersebut lebih banyak diarahkan untuk konsumsi sehari-hari secara langsung. Di
pihak lain pengusaha tidak dapat menaikkan harga sesuai dengan kenaikan harga
bahan bakunya karena tidak dapat mempengaruhi harga kerupuk ikan di pasar. Hal
inilah yang menyebabkan pengusaha mengurangi jumlah produksinya. Pada musim
hujan terjadi penurunan jumlah produksi dan penurunan mutu produk. Penurunan
jumlah produksi dikarenakan kurangnya sinar matahari yang menghambat proses
penjemuran. Meskipun pengeringan kerupuk dapat dilakukan dengan oven (dryer),
tetapi jumlah produk yang dihasilkan juga sedikit sebab mutunya tidak sebagus
jika pengeringan dengan sinar matahari.
Sedikitnya sinar matahari pada musim hujan juga menurunkan
mutu kerupuk karena harus dijemur berhari-hari. Kendala produksi di atas
biasanya diantisipasi oleh pengusaha dengan memproduksi dalam jumlah yang besar
pada musim kemarau untuk stok musim hujan, karena pada musim hjjan terjadi
kenaikan harga kerupuk yang diakibatkan oleh jumlah permintaan yang tldak bisa
diperrmhi oleh produsen seperti hari-hari biasanya.
BAB V
ASPEK KEUANGAN
5.1. Pemilihan Pola
Usaha
Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa seorang pengusaha kerupuk tidak hanya
memproduksi satu jenis kerupuk saja, tetapi juga memproduksi kerupuk jenis yang
lain. Pada dasarnya ini merupakan salah satu strategi untuk memperkecil resiko
sekaligus pengembangan usaha yang lebih luas. Untuk menganalisis aspek keuangan
dari usaha kerupuk ikan sebenarnya dipengaruhi juga oleh jenis kerupuk lain
yang diproduksi, akan tetapi dalam analisis ini hanya akan menganalisis aspek
keuangan dari usaha yang hanya memproduksi jenis kerupuk ikan saja. Teknologi
yang digunakan dalam proses produksi adalah teknologi menengah dengan kapasitas
produksi optimal 310 kg kerupuk setiap satu kali adonan.
5.2. Asumsi dan
Parameter Untuk Analisis Keuangan
Analisis keuangan,
proyeksi penerimaan dan biaya didasarkan pada asumsi yang terangkum dalam Tabel
5.1. Periode proyek adalah 5 tahun. Tahun ke nol sebagai dasar perhitungan
nilai sekarang (present value) adalah tahun ketika biaya investasi awal
dikeluarkan. Dengan menggunakan mesinjperalatan dan jumlah tenaga kerja seperti
yang tercantum dalam tabel asumsi, seorang pengusaha mampu memproduksi 310 kg
kerupuk. Angka rendemen sebesar 79%. Harga kerupuk di pasar lokal sebesar
Rp.6.000,-, Hari kerja selama setahun sebanyak 285 hari. Tenaga kerja borongan
bekerja selama 200 hari.
Tabel 5.1. Asumsi dan
Parameter untuk Analisis Keuangan
No
|
Asumsi
|
Satuan
|
Jurnlah/
|
Keterangan
|
Nilai
|
||||
1.
|
Periode proyek
|
tahun
|
5
|
Periode 5 tahun
|
2.
|
Luas tanah
|
m2
|
2.000
|
|
- Luas baangunan
|
m2
|
500
|
||
- Luas tanah
penjemuran
|
m2
|
1.500
|
||
3.
|
Sarana Transportasi
|
unit
|
1
|
Mobil box
|
4.
|
Hari kerja selamal tahun
|
|||
- tenaga kerja tetap
|
hari
|
285
|
||
- tenaga borongan
|
hari
|
200
|
||
5
|
Produksi dan Harga
|
|||
Produksi per hari
|
kg
|
620
|
2 adonan per hari.
|
|
produksi @310 kg
|
||||
kerupuk
|
||||
Harga kerupuk ikan
|
kg
|
6.000
|
||
6.
|
Penggunaan tenaga Kerja
|
|||
Tenaga Manajerial
|
orang
|
2
|
||
- Tenaga kerja tetap
|
orang
|
14
|
||
Tenaga kerja borongan
|
orang
|
4
|
||
7.
|
Upah tenaga kerja
|
|||
Tenaga Manajerial
|
Rp/hr
|
36.000
|
||
Tenaga kerja tetap
|
Rp/hr
|
18.000
|
||
Tenaga kerja borongan
|
Rp/hr
|
22.000
|
||
8.
|
Penggunaan bahan baku
|
untuk satu kali adonan
|
||
Tepung tapioka
|
kg
|
300
|
||
Ikan
|
kg
|
50
|
||
Garam
|
kg
|
10
|
||
Gula
|
kg
|
12,5
|
||
Telur
|
kg
|
10
|
||
Penyedap
|
kg
|
2
|
||
Pewarna
|
kg
|
0,25
|
||
9.
|
Discount Factor/suku
bunga
|
%
|
17%
|
Sumber : Lampiran 1
5.3.Komponen Biaya
Investasi dan Biaya Operasional
a. Biaya Investasi
Biaya investasi
merupakan biaya tetap yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang
dihasilkan. Biaya investasi untuk usaha kerupuk ikan terdiri dari beberapa
komponen diantaranya biaya perijinan, sewa tanah, pembelian mesin atau
peralatan produksi, peralatan pendukung dan sarana transportasi.
Biaya perijinan meliputi
ijin usaha dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan Departemen
Kesehatan dengan jumlah biaya Rp.600.000,- dan masa berlaku selama 3 tahun.
Sewa tanah dibayarkan tiap tahun, sehingga setiap tahun harus dikeluarkan biaya
untuk komponen sewa tanah ini. Pada tahun-tahun tertentu dilakukan reinvestasi
untuk pembelian mesin atau peralatan produksi yang umur ekonomisnya kurang dari
5 tahun. Jumlah biaya investasi keseluruhan pada tahun 0 adalah
Rp.299.339.000,-.
Tabel
5.2 Biaya investasi
No
|
Jenis Biaya
|
Nilai
|
Penyusutan
|
|
1
|
Perizinan
|
600.000
|
0
|
|
2
|
Sewa Tanah dan Bangunan
|
150.000.000
|
0
|
I
|
3
|
Mesin/Peralatan Produksi
|
107.030.000
|
43.994.750
|
|
4
|
Peralatan lain
|
1.709.000
|
221.800
|
|
5
|
Mobil box
|
40.000.000
|
4.000.000
|
|
Jumlah Biaya Investasi
|
299.399.000
|
48.216.550
|
Komponen terbesar untuk biaya investasi ini
adalah sewa tanah yang mencapai 50,11% dari total biaya investasi pada awal
usaha. Komponen terbesar kedua adalah biaya pembelian mesin/peralatan produksi
yaitu sebesar 35,74% dari total biaya investasi. Sedangkan 14,15% sisa biaya
untuk investasi merupakan biaya investasi untuk pembelian peralatan lainnya,
mobil angkutan dan perijinan.
b. Biaya Operasional
Biaya operasional
merupakan biaya varia bel yang besar kecilnya dipengaruhi oleh jumlah produksi.
Komponen dari biaya operasional adalah pengadaan bahan baku dan pembantu,
peralatan operasional, biaya transportasi, listrik dan telepon, serta upah
tenaga kerja. Biaya operasional selama satu tahun dihitung berdasarkan jumlah
hari produksi . Jumlah hari produksi dalam setahun 285 hari (asumsi yang
digunakan adalah 1 tahun, t=365 hari, dikurangi hari Iibur minggu dan Iibur
nasional 64 hari dan jumlah hari tidak berproduksi selama 16 hari).
Biaya
operasional yang diperlukan selama satu tahun mencapai Rp.711.298.900,-Biaya
bahan baku menyerap sebesar 73,12% dari total biaya operasional per tahun.
Komponen biaya terbesar kedua adalah biaya penggunaan tenaga kerja yang
mencapai 15,45% dari total biaya operasional tiap tahunnya.
Tenaga
kerja yang digunakan terdiri dari tenaga kerja tetap dan borongan ditambah 2
orang tenaga kerja manajerial yang berasaldari anggota keluarga dengan
upah/gaji tenaga manajerial diasumsikan dua kali Iipat upah tenaga kerja tetap.
Tenaga kerja borongan hanya digunakan dengan jumlah hari kerja yang lebih
sedikit, karena hanya dibutuhkan pada saat terjadi kenaikan permintaan.
No
|
Jenis Biaya
|
Nilai (Rp.)
|
1
|
Bahan Baku
|
520.125.000
|
2
|
Bahan Pembantu
|
16.200.000
|
3
|
Peralatan Operasional
|
11.700.000
|
4
|
Biava transportasi
|
14.400.000
|
5
|
Biaya Ustrik
|
7.200.000
|
6
|
Biaya telepon
|
1.800.000
|
7
|
Tenaga Kerja
|
109.940.000
|
8
|
Biaya Pemeliharaan
|
29.933.900
|
Jumlah Biaya Operasional Per Tahun
|
711.298.900
|
5.4.
Kebutuhan Dana Investasi dan Modal Kerja
Kebutuhan investasi maupun modal kerja tidak
harus dipenuhi sendiri. Jumlah modal yang dibutuhkan untuk memulai usaha
kerupuk ikan sebesar Rp.374.212.568,-. Jumlah kredit investasi yang dibiayai
oleh bank sebesar 70% dari total kebutuhan investasi. Dengan kata lain
pengusaha harus menyediakan dana sendiri sebesar 30% dari total dana investasi.
Dalam analisis Inl jumlah dana kredit investasi sebesar Rp.209.537.300,-.
Besarnya kredit modal
kerja ditentukan berdasarkan kebutuhan dana awal u.ntuk satu kali siklus
produksi. Usaha pembuatan kerupuk ikan mempunyai slklus Produksi (dan
pembua.tan sampai memperoleh penerimaan dari penjualan) kurang leblh selama 30
hari atau 1 bulan. Sehingga jumlah kredit modal kerja yang dibutuhkan adalah:
Kebutuhan modal kerja =
(siklus produksi/hari kerja dalam setahun) x biaya operasional selama 1 tahun
=
(30/285) x Rp.711.298.900
=
Rp.74.873.568,-
Jumlah kredit modal
kerja dari bank dipersyaratkan sebesar 70% dari kebutuhan dana modal kerja.
Dengan demikian jumlah kredit modal kerja sebesar 70% x Rp.74.873.568 =
Rp.52.41l.498,-.
Jumlah dan sumber dana
untuk usaha kerupuk ikan disajikan dalam Tabel 5.4. berikut:
Tabel
5.4. Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja
No
|
Rincian Biaya Proyek
|
Total Biaya
|
!
|
1
|
Dana investasi vanq bersumber dari
|
||
a, Kredit
|
209.537.300
|
||
b. Dana sendiri
|
89.801.700
|
||
Jumlah dana investasi
|
299.339.000
|
||
2
|
Dana modal keria vaQ9. bersumber dari
|
||
a. Kredit
|
52.411.498
|
||
b. Dana sendiri
|
22.462.071 !
|
||
Jumlah dana modal keria
|
74.873.568 I
|
||
3
|
Total dana proyek yanq bersumber dari
|
||
a. Kredit
|
261.948.798 i
|
||
b. Dana sendiri
|
112.263.771
|
||
Jumlah dana proyek
|
374.212.568
|
Jangka waktu kredit
untuk investasi selama 5 tahun tanpa grace period sedangkan kredit modal
kerja yang digunakan dalam analisis ini berjangka waktu 1 tahun. Kredit modal
kerja pada kenyataannya dapat diperpanjang lagi masa jatuh temponya disesuaikan
dengan kemampuan pengusaha membayarnya. Tingkat suku bunga yang digunakan
adalah sebesar 17% per tahun menurun. Dengan demikian jumlah angsuran pokok
berikut btJnga yang harus dibayar setiap bulan untuk masing-masing jenis kredit
dapat dihitung. Tabel 5.7. menunjukkan kumulatif angsuran (angsuran pokok dan
bunga) untuk kredit investasi dan modal kerja yang harus dibayar setiap
tahunnya.
Tabel 5.5. Angsuran Pokok dan Bunga Kredit
Investasi dan Modal Kerja
Tahun
|
Kredit
|
Angsuran
|
Angsuran
|
Total
|
Saldo
|
Saldo
|
ke-
|
Pokok
|
Bunga
|
Angsuran
|
Awal
|
Akhir
|
|
0
|
261.1948.798
|
261.948.798
|
261.948.798
|
|||
1
|
94.318.958
|
37.182.277
|
131.501.235
|
261.948.798
|
167.629.840
|
|
2
|
41.907.460
|
25.231.783
|
67.139.243
|
167.629.840
|
125.722.380
|
|
3
|
41.907.460
|
18.107.515
|
60.014.975
|
125.722.380
|
83.814.920
|
|
4
|
41.907.460
|
10.983.247
|
52.890.707
|
83.814.920
|
41.907.460
|
|
5
|
41.907.460
|
3.858.979
|
45.766.439
|
41.907.460
|
0
|
|
5.5. Proyeksi Produksi
dan Pendapatan Kotor
Jumlah produksi selama
satu tahun sebesar 176.700 kg. Jumlah ini diperoleh dari jumlah adonan per
tahun dikalikan dengan jumlah produksi per adonan. Dalam satu tahun dilakukan
adonan 570 kali dengan jumlah produksi per adonan sebesar 310 kg kerupuk. Harga
kerupuk ikan diasumsikan sebesar Rp.6.000,- tiap kg, sehingga pendapatan
produksi kerupuk per tahun sebesar Rp.l.060.200.000,-. Pendapatan sampingan
diperoleh dari penjualan kantong bekas tepung tapioka (sak) per tahun rata-rata
Rp.1.368.000,-. Penerimaan kotor dalam setahun disajikan dalam Tabel 5.6.
Tabel 5.6. Produksi dan Pendapatan Kotor per
Tahun
No
|
Uraian
|
Satuan
|
Jumlah
|
Harga
|
Nilai (Rp.)
|
Satuan
|
|||||
1
|
Produksiper tahun
|
Kg
|
176.700
|
||
2
|
Penjualan per tahun
|
Kg
|
176.700
|
6.000
|
1.060.200.000
|
3
|
Penjualan sak per tahun
|
Sak
|
3.420
|
400
|
1.368.000
|
4
|
Pendapatan kotor
|
1.061.568.000
|
Dari
label 5.6. di atas diketahui bahwa aliran penerimaan usaha pembuatan kerupuk
ikan adalah Rp.1.061.568.000 per tahun. Sedangkan untuk aliran biaya terdiri
dari biaya investasi dan biaya operasional yang telah dijelaskan pada sub bab
sebelumnya.
5.6. Proyeksi Rugi Laba
dan Break Even Point
Tingkat
keuntungan atau profitabilitas dari usaha yang dilakukan merupakan baglan
pentlng dalam analisis keuangan dari rencana kegiatan investasi. Keuntungan
dihitung dan selisih antara penerimaan dan pengeluaran tiap tahunnya. Tabel
5.7. menunjukkan keuntungan (surplus) selama periode proyek.
Hasil
perhitungan proyeksi laba rugi menunjukkan bahwa pada tahun pertama usaha ini
telah untung sebesar Rp.144.968.618-. Laba ini akan meningkat untuk tahun-tahun
berikutnya karena komponen biaya angsuran kredit yang semakin berkurang. Laba
rata-rata selama periode proyek adalah Rp.196.001.526,- per tahun. Profit
margin rata-rata per tahon sebesar 18,46%.
Den?an mempertimbangkan
biaya tetap, biaya variabel dan hasil penjualan kerupuk Ikan, dan hasil
analisis diperoleh BEP rata-rata selama 5 tahun untuk usaha ini adalah sebesar
Rp.362.713.898,- atau dengan jumlah produksi sebesar 60.452 kg per tahunnya
dengan harga kerupuk ikan per kg sebesar Rp.6.000,-
Tabel 5.8 Kelayakan
Usaha
No
|
Kriteria Kelayakan
|
Nilai
|
1
|
Net SIC ratio pada DF 17%
|
1,60
|
2
|
NPV pada DF 17% (Rp)
|
223.409.530
|
3
|
IRR (%)
|
46,37
|
4
|
PSP (usaha)
|
3 tahun 11 bulan
|
5
|
PSP (kredit)
|
2 tahun 6 bulan
|
Sumber : Lampiran 9
Dari
tabel di atas dapat diketahui bahwa jangka waktu pengembalian seluruh biaya
investasi adalah 3 tahun 11 bulan. Dengan demikian usaha ini layak dilaksanakan
karena jangka waktu pengembalian investasi lebih kecil dari periode proyek.
Dilihat dari segi kelayakan kredit, usaha ini layak dibiayai karena jangka
waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan kredit hanyc 2 tahun 6 bulan.
5.8.
Analisis Sensitivitas
Dalam
analisis proyek investasi kerupuk ikan terdapat ketidakpastian yaig akan
mempengaruhi hasil perhitungan. Analisis sensitivitas akan dilakukan untuk
menguji seberapa jauh proyek yang dilaksanakan sensitif terhadap perubahan
harga-harga input dan output. Dalam analisis sensitivitas ini
digunakan 3 skenario yaitu :
1. Skenario I
Pendapatan proyek mengalami
penurunan sedangkan biaya investasi can biaya operasional dianggap tetap.
Penurunan pendapatan bisa diakibatkan oleh penurunan harga kerupuk, jumlah
permintaan yang menurun ataupun jumlah produksi yang menurun.
2. Skenario II
Siaya operasional mengalami kenaikan
sedangkan biaya investasi den penerimaan proyek investasi tetap. Kenaikan biaya
operasional bisa terjadi karena kenaikan harga input untuk operasional seperti
bahan
baku,
peralatan operasional, dll.
3. Skenario III
Skenario ini merupakan gabungan dari
skenario I dan skenario II ya:u diasumsikan penerimaan proyek mengalami
penurunan dan biaya operasioral mengalami kenaikan, sedangkan biaya investasi
tetap.
Hasil
analisis sensitivitas disajikan dalam .Tabel berikut:
Pada skenario I, dengan penurunan
pendapatan proyek sebesar 2,5%, proyek ini masih layak dibiayai karena pada
tingkat suku bunga 17%, net B/C sebesar 1,37, NPV sebesar
Rp.138.501.442,- nilai IRR 35,94%, periode pengembalian baik kredit investasi
dan kredit modal kerja kurang dari 5 tahun sehingga proyek ini layak diusahakan
dan dibiayai oleh bank.
Pada penurunan pendapatan sebesar
3%, diperoleh Net B/C ratio sebesar 1,32, NPV yang diperoleh sebesar
Rp.21.519.824,- dan IRR 33,76. Jangka waktu pengembalian kredit selama 4 tahun
5 bulan tetapi jika dilihat dari jangka waktu pengembalian investasi, usaha ini
tidak layak dilakukan karena payback periodnya ·melebihi periode proyek
yang hanya 5 tahun (tabel 5.9).
Tabel 5.9.
Hasil Analisis Sensitivitas Skenario I
No
|
Kriteria Kelayakan
|
Penerimaan Turun
|
|||
2,5%
|
3%
|
||||
1
|
Net B/C ratio pada DF 17%
|
137
|
1,32
|
||
2
|
NPV pada DF 17% (Rp)
|
I
|
138.501.442
|
121.519.824
|
|
3
|
IRR
|
%)
|
3594
|
3376
|
|
4
|
PBP
|
usaha)
|
4 tahun 9 bulan
|
6 tahun
|
|
5
|
PSP
|
kredit)
|
3 tahun 9 bulan
|
4 tahun 5 bulan
|
Pada skenario II, dengan
kenaikan biaya operasional sebesar 4%, proyek Inl masih layak dilakukan dengan
net B/C sebesar 1,35, NPV Rp,132.381.873,IRR sebesar 35,16% dan
jangka waktu pengembalian kredit investasi dan kredit modal kerja kurang dari 5
tahun. Dengan demikian pad a tingkat kenaikan biaya operasional sebesar 4%,
usaha ini masih layak untuk dibiayai oleh bank. Jika kenaikan biaya 5%, proyek
ini tidak layak diusahakan dilihat dari payback period usahanya, karena
jangka waktu pengembalian investasi melebihi periode proyek. Tetapi jika
dilihat dari kriteria investasi lainnya proyek ini masih layak dlusahakan
dengan net SIC sebesar 1,29, NPV Rp.109.624.959 dan IRR sebesar 32,22%.
Sedangkan pay back period kredit selama 4 tahun 8 bulan (tabel 5.10)
Pada skenario III pada
saat terjadi penurunan pendapatan sekaligus kenaikan, biaya operasional
maslng-masing sebesar 1,5%, proyek ini masih layak dibayar dengan net SIC sebesar
1,37, NPV sebesar Rp.138.329.306,IR~ ~5,91 % dan lama pengembalian kredit
selama 4 tahun 7 bulan. Dilihat dan jangka waktu pengembalian kredit, usaha ini
layak dibiayai oleh bank karena pay back period untuk kredit selama 3 tahun
8 bulan.
Pada penurunan
pendapatan dan kenaikan biaya operasional masing-masing se.besar 2%, proyek
ini masih layak dilaksanakan Hal tersebut bisa dilihat dan Net SIC yang
diperoleh 1,29, NPV sebesar Rp.109.969.231. IRR yang dlperoleh masih jauh dari
tingkat suku bunga yaitu 32,26%. Tetapi jika dilihat jangka waktu pengembalian
investasi proyek ini menjadi tidak layak karena memerlukan 6 tahun 1 bulan
dimana jangka waktu ini melebihi periode proyek (tabel 5.11)
No
|
Kriteria Kelayakan
|
Penerlmaan Turun dan
Biaya
|
||
Operasional Naik
|
||||
1,5%
|
2%
|
|||
1
|
Net SIC ratio pada DF 17%
|
1,37
|
1,29
|
|
2
|
NPV pada DF F% (Rp)
|
|||
138.329.306
|
109.969.231
|
|||
3
|
IRR (%)
|
35,91
|
32,26
|
|
4
|
PSP (usaha)
|
4 tahun 7 bulan
|
6 tahun 1 bulan
|
|
5
|
PSP (kredit)
|
3 tahun 8 bulan
|
5 tahun 7 bulan
|
Hasil
analisis sensitivitas di atas menunjukkan bahwa proyek ini lebih sensitif
dengan penurunan pendapatan dibandingkan kenaikan biaya operasional. Dengan
memperhatikan kriteria jangka waktu pengembalian investasi (pay back period usaha),
proyek ini sensitif pada penurunan pendapatan sebesar 3%, artinya jika
penurunan pendapatan lebih besar dari. 3% tiap tahunnya proyek ini
menjadi tidak layak/merugi. Sedangkan Jika dllihat dari perubahan biaya
operasional, proyek ini sensitif pada kenaikan biaya operasional sebesar 5%
dengan asumsi biaya investasi dan pendapatan tetap. Analisis sensititivitas
gabungan menunjukkan bahwa proyek ini sensitive pada kenaikan biaya operasional
BAB VI
ASPEK
EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN
Dalam bab ini akan
dibahas aspek ekonomis, sosial dan dampak lingkungan dari usaha kerupuk ikan.
Aspek ekonomis berkaitan dengan dampak usaha ini terhadap perekonomian baik
bagi pengusaha maupun bagi perekonomian secara umum di wilayah sekitarnya.
Aspek ekonomis sangat terkait erat dengan aspek sosial karena dampak yang
ditimbulkan bersifat sosial yaitu menyangkut kebutuhan orang lain terutama di
sekitar wilayah usaha. Sedangkan aspek lingkungan menyangkut dampak dari usaha
kerupuk ikan terhadap lingkungan sekitarnya. Dampak terhadap lingkungan
terutama timbul karena setiap usaha menghasilkan limbah yang mungkin dapat
mengganggu ekosistem lain.
6.1. Aspek
Ekonomi dan Sosial
Usaha pembuatan kerupuk
ikan mempunyai dampak yang positif baik bagi pengusaha maupun penduduk wilayah
setempat. Bagi pengusaha dampak ekonomis dari usaha ini adalah peningkatan
pendapatan. Usaha kerupuk ikan merupakan bisnis yang sangat menguntungkan
karena mempunyai peluang pasar yang sangat luas. Banyaknya industri rumah
tangga untuk usaha ini dapat memacu kenaikan pendapatan rumah tangga sehingga
kesejahteraan rumah tangga meningkat. Secara makro produksi kerupuk ikan yang
tinggi dapat memberikan kontribusi kepada pendapatan daerah setempat. Meskipun
bisa dikatakan harga per unit kerupuk ikan relatif murah, tetapi perlu diingat
bahwa komoditi ini dapat diproduksi dalam jumlah besar dalam waktu yang
singkat. Kesempatan untuk ekspor ke luar negeri masih terbuka lebar sehingga
dapat menjadi peluang untuk menambah devisa.
Selain merupakan bisnis
yang menguntungkan, usaha ini akan memberi dampak sosial yang positif melalui
penyerapan tenaga kerja. Tenaga kerja yang ada biasanya berasal dari saudara,
tetangga sekitar atau penduduk wilayah setempat. Dengan menciptakan pekerjaan
yang dapat menyerap pekerja dari wilayah sekitar usaha, secara tidak langsung
usaha ini telah membantu mengurangi jumlah pengangguran khususnya di daerah
tersebut. Dengan berkurangnya pengangguran di daerah tersebut akan meningkatkan
pendapatan sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
6.2 Aspek
Dampak lingkungan
Aspek dampak lingkungan berkaitan dengan dampak
limbah yang dlhasilkan dari usaha ini adalah tidak menghasilkan Iimbah yang
membahayakan bagi manusia maupun lingkungan tempat tinggalnya. Hasil limbah
sebagian besar merupakan air kotor sisa pembersihan. Biasanya air ini dibuang
melalui saluran air dan dapat langsung meresap ke tanah. Air limbah ini tidak
mengandung zat-zat kimia yang membahayakan organisme tanah, dan tanaman. Selain
air, usaha ini juga menimbulkan bau amis dari ikan yang diolah. Akan tetapi bau
ini tidak sampai mengganggu udara secara luas karena jangkauannya tidak jauh.
Dapat dikatakan bahwa usaha kerupuk ikan relatif aman bagi Iingkungan karena
tidak menghasilkan limbah yang membahayakan bagl kehidupan manusia dan
lingkungan sekitarnya.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1.
Kesimpulan
a. Usaha pembuatan kerupuk ikan yang dilakukan oleh masyarakat di
Banjarmasin merupakan usaha dengan skala keci!.
b. Kegiatan usaha yang dilakukan menggunakan peralatan dengan
teknologi menengah.
c.
Dana untuk investasi dan modal kerja bersumber dari bank dan modal sendiri.
Banyak industri kerupuk yang mudah memperoleh pembiayaan dari bank.
d. Permintaan kerupuk ikan relatif tinggi dengan konsumen dari
berbagai lapisan masyarakat.
e. Usaha kerupuk ikan mempunyai peluang yang besar untuk
dikembangkan baik untuk konsumen dalam negeri maupun untuk ekspor.
f.
Harga kerupuk ikan pada tahun 2009 di tingkat produsen berkisar antara
Rp.6.000,- sampai Rp.6.500,- per kg. Sedangkan harga di tingkat konsumen akhir
mencapai Rp.9.000,- sampai Rp.10.000,- per kg. Harga ini sering mengalami fluktuasi
dengan kisaran 10%.
g. Dari segi teknis, usaha kerupuk ikan sangat mudah dan cepat
diadopsi oleh masyarakat karena prosesnya sangat sederhana.
h.
Usaha dalam analisis ini menggunakan kredit (investasi dan modal kerja) sebesar
Rp.261.948.798. dengan jangka waktu kredit investasi 5 tahun dan kredit modal
kerja 1 tahun dan bunga 17% (menurun) per tahun.
i.
Serdasarkan analisis kelayakan finansial terhadap usaha kerupuk ikan, pada
tingkat discount rate 17%, net SIC ratio sebesar 1,60 NPV sebesar
Rp.223.409.530,- dan nilai IRR 46,37%. Dari analisis PSP, proyek ini mampu
mengembalikan modal investasinya dalam waktu 3 tahun 11 bulan. Pay back period
untuk kredit selama 2 tahun 6 bulan.
j.
Dengan mengacu pada jangka waktu pengembalian investasinya, dari analisis
sensitivitas terhadap perubahan penerimaan dengan asumsi biaya operasional dan
investasi konstan, menunjukkan bahwa proyek ini sensitif pada penurunan
penerimaan sebesar 3% sehingga proyek ini tidak layak diusahakan.
k.
Analisis sensitivitas terhadap'perubahan biaya operasional dengan asumsi
penerimaan proyek dan biaya investasi konstan menunjukkaR bahwa proyek ini
sensitif pada kenaikan biaya operasional sampai 5% dan proyek ini tidak layak
diusahakan
l.
Analisis sensitivitas terhadap perubahan penerimaan proyek dan biaya
operasional, proyek ini sensitif pada penurunan pendapatan 'proyek dan kenaikan
biaya operasional masing-masing 2% dan proyek ini tidak layak diusahakan.
7.2 Saran
a. Untuk menjaga kelangsungan produksi dengan biaya yang relatif
rendah pengusaha kerupuk ikan perlu menjalin kerjasama dengan pemasok bahan
baku, terutama untuk tepung tapioka yang jumlah produsennya terbatas dengan
harga yang fluktuatif.
b. Untuk meningkatkan jumlah penjualan perlu pemasaran yang baik,
pada usaha kerupuk ikan ini hubungan personal antara produsen dengan penjual
merupakan kunci untuk nielebarkan jaringan pemasaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Afrianto, Eddy dan
Liviawaty, Evi, Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius, Yogyakarta, 1989.
Badan Pusat Statistik,